Suatu ketika, terdapat seorang anak remaja lelaki yang menggunakan pakaian serba merah, berjalan melawan arus orang-orang yang menggunakan pakaian serba putih. Anak ini terlihat seperti titik merah kecil seperti setetes darah di antara arus lautan yang berwarna putih bersih. Ia selalu terlihat berbeda, bisa dibilang aneh di mata orang-orang. Ia selalu diledek sebagai 'anak sinting', 'anak aneh', 'anak gila' di sekolahnya. Di dunia ini, semua orang menggunakan atribut serba putih, tidak ada yang pernah menggunakan pakaian lain selain putih, terkecuali anak ini.
Suatu hari, ia berpikir untuk mengganti pakaiannya yang serba merah menjadi putih. Ia pun berjalan-jalan untuk meredakan pikirannya yang sedang teracak-acak. Ia menundukkan kepalanya, sedang berperang hebat dengan dirinya sendiri. Tertekan dengan keadaannya yang sangat berbeda dari orang lain di dunia ini. Ia melihat sekitarnya, putih, putih di mana-mana. Ketika orang lain melihatnya dengan atributnya yang serba merah, mereka pun mulai tertawa terbahak-bahak mengejek anak tersebut. Anak tersebut pun merasa tersinggung dan ia berlari, sudah memutuskan untuk mengganti segala warnanya menjadi warna putih.
Ia tidak melihat jalan sampai ia bertabrakan dengan seorang perempuan yang seumuran dengan dirinya. Yang membuat anak lelaki ini kaget adalah pakaian anak perempuan tersebut. Ia menggunakan atribut serba biru seperti langit cerah dari atas sampai ke bawah. Perasaan mereka berdua sedang tercampur aduk, apakah antara kebahagiaan ada orang seperti mereka, kebingungan mengapa ada orang lain seperti mereka sendiri. Mereka pun saling membantu satu sama lain untuk berdiri dan saling mengenalkan dirinya masing-masing.
Ternyata sang perempuan juga sering diledek sebagai 'anak sinting' karena tidak memakai warna putih. Dan anak perempuan tersebut bermimpi ingin membuat seluruh dunia menjadi lebih berwarna dan bervariasi walaupun ia harus dikatakan sebagai 'anak sinting', 'anak aneh'. Sang anak merah pun terpana oleh ambisi perempuan tersebut, selama ini ia selalu berpikir untuk menyerah menjadi anak berwarna merah, tetapi anak perempuan berwarna biru ini berkorban untuk menjadi biru agar dapat mencapai sebuah mimpi yang tidak akan dapat mungkin terjadi.
Sang lelaki terlalu terpesona oleh semangat yang dimiliki oleh anak perempuan tersebut, sehingga ia langsung mempunyai keinginan untuk membantu anak yang baru ia temui tersebut. Sang perempuan biru tersebut kaget karena ada yang ingin membantunya, karena selama ini ia selalu ditolak oleh orang-orang lain karena ia berbeda. Mereka pun mulai menjalankan 'proyek' kecil mereka ini untuk membuat dunianya lebih berwarna dengan membagikan pakaian-pakaian berwarna secara gratis. Tetapi tidak terlalu berhasil karena banyak orang langsung menolaknya dan memasang wajah seperti merasa terganggu. Tetapi itu tidak dapat membuat mereka menyerah, mereka semakin terpacu semangatnya untuk meraih mimpi mereka itu.
Suatu hari, setelah hari yang melelahkan tanpa hasil itu, mereka beristirahat di tepian sungai. Sambil melihat matahari yang berwarna oranye tersebut tenggelam, mereka berbincang tentang impian mereka. Kemudian mereka mulai membahas, bagaimana jika mereka akan tumbuh besar dan akan berpisah dan melupakan tentang semua hal ini? Sang anak lelaki pun merogoh kocek nya dan mengambil sepasang kertas potongan berbentuk bunga. Satu bunga berwarna merah, seperti mawar-mawar merah yang sangat jarang ditemukan karena orang-orang lebih menyukai warna mawar putih. Yang lainnya berwarna biru seperti birunya langit dan lautan yang luas yang biasanya juga tidak disukai.
Sang perempuan pun menanyakan untuk apa bunga ini. Sang anak merah menjelaskan bahwa jika suatu hari mereka akan berpisah, maka inilah yang akan membuat mereka mengingat semua hal yang telah mereka lewati bersama-sama.
Semuanya berjalan seperti biasa, dan mereka semakin bersemangat ketika ada seorang anak kecil mengambil pakaian berwarna hijau. Mereka merasa setidaknya ada suatu progres dari semua perjuangan mereka walaupun sangat sedikit seperti setitik di kertas kosong tetapi setidaknya mereka berjalan satu langkah. Mereka pun lebih bersemangat lagi untuk mewujudkan mimpi itu dan mereka melakukannya dengan bahagia dan sepenuh hati.
Sampai suatu hari, orang tua dari perempuan biru tersebut memaksanya untuk menggunakan pakaian putih karena mereka tidak tahan lagi dengan pakaian yang sangat menjijikkan di mata mereka itu. Sehingga, anak biru itu pun mengganti pakaiannya menjadi putih. Ia pun perlahan-lahan membenci warna langit biru yang dulunya sangat ia cintai itu. Sejak saat itu, anak perempuan tersebut tidak pernah pergi bertemu anak merah itu lagi. Ini membuat sang anak merah bingung mengapa ia tidak pernah bertemu dengannya lagi.
Ia pun mengambil keputusan untuk mengunjungi temannya yang telah menghilang selama beberapa hari itu. Sesampainya di rumah sahabatnya, seorang ibu tua yang memakai gaun putih bersih tanpa ada noda yang mengotorinya membukakan pintu bagi anak merah tersebut. Wanita tersebut tersenyum sampai ia sadar bahwa yang sedang berdiri di depannya adalah seorang anak lelaki dengan pakaian yang serba merah darah yang menodai warna serba putih di mata wanita tersebut. Wanita tersebut tampak ingin mengusir anak lelaki tersebut, tetapi anak lelaki tersebut dengan segera mengatakan bahwa ia ingin mencari temannya di sini.
Wanita tersebut kaget karena anaknya berteman dengan 'Penoda Kebersihan' ini, ia pun memanggil anaknya jika ia mempunyai teman dengan berwarna merah. Anak yang sebelumnya berwarna biru seperti langit, seperti laut yang biru dipenuhi oleh ketenangan dan kelembutan, berubah menjadi putih susu dan awan yang melayang, tidak ada warna biru yang dulunya selalu bersamanya. Sang anak merah pun kaget dan tidak bisa berkata-kata lagi, semua pikiran di dalam otaknya telah berhenti seperti layaknya mesin yang telah kehabisan bahan bakar.
Anak lelaki itu berharap ini semua hanya sebuah lelucon yang sedang dilakukan oleh sahabatnya itu. Seperti sebuah drama yang berjalan sesuai naskah yang telah terencana dan tertulis. Tetapi semua harapannya pun terpecahkan menjadi serpihan-serpihan yang tak akan bisa disatukan kembali ketika sahabatnya mengatakan bahwa ia tidak mengenali anak dalam atribut merah itu.
Ekspresi anak lelaki tersebut baru saja seperti melihat hantu di depan matanya. Ia pun diusir oleh ibu dari perempuan tersebut, menutup pintu dengan keras menandakan bahwa wanita tersebut tidak ingin melihat wajah anak lelaki itu lagi. Sang anak merah pun mulai berpikir bahwa ini hanyalah mimpi buruk biasa, dan ia sangatlah siap untuk bangun dari mimpi yang tak tertahankan ini. Ia mulai mencubit dirnya sendiri agar ia dapat bangun lebih cepat.
Satu cubitan, tidak berhasil. Cubitan selanjutnya, tidak berhasil. Ia mulai mencubit dirinya sendiri dengan lebih keras sampai lengannya menjadi merah, seperti warna pakaiannya. Tetesan air mata yang hangat pun mulai mengalir di wajahnya, ia pun mulai menampar dirinya sendiri, tidak dapat menerima semua fakta yang telah terjadi ini. Ia pun berjalan pulang, air pun mulai menetes dari langit yang gelap, membuatnya menggigil dari dinginnya tetesan air hujan tersebut. Wajah dan lengannya masih terasa perih setelah ia mencubit dan menamparnya dirinya sendiri, ia tidak dapat percaya bahwa temannya baru saja meninggalkannya.
Ia pun mulai menyerah untuk mempertahankan warna merahnya, yang berbeda, yang berwarna merah darah membuat noda di kehidupan orang, yang terlihat seperti api yang membahayakan kehidupan. Sedangkan putih lebih menunjukkan kebersihan, kesucian, kedamaian, ya, ia sudah memutuskan untuk meninggalkan warna yang sangat ia cintai, merah.
Sang perempuan yang dulunya berwarna biru langit pun mulai kebingungan, siapakah anak merah tersebut. Mengapa ia sangat familiar? Yang membuatnya lebih bingung lagi adalah mengapa warna pakaiannya merah seperti api yang berkobar-kobar? Ia pun berjalan naik ke atas kamar nya dan membuka lemari pakaiannya yang penuh dengan pakaian putih yang digantung seperti bendera putih yang dikibarkan. Ia ingin mengambil baju putih nya, dan sebuah baju berwarna biru pun berada di ujung lemari baju tersebut.
Ternyata ia lupa untuk membuang baju biru terakhirnya, warnanya sangat menjijikkan baginya. Ia mengambilnya dengan kasar dan melempar nya ke lantai, dan sebuah potongan kertas bunga merah terlempar keluar dari kocek pakaian tersebut. Ia melihat potongan kertas tersebut dan mengambilnya, ia melihat kertas tersebut dengan baik-baik dan kebingungan. Kenapa kertas bunga ini berada di kocek pakaian menjijikkan itu? Apakah kertas ini berhubungan dengan anak laki-laki merah api itu? Ia tiba-tiba teringat sesuatu, sebuah ingatan yang ia lupakan begitu saja.
Anak remaja laki-laki yang berpakaian serba merah, bak bermandikan darah, seperti diliputi oleh api yang berkobar-kobar, adalah temannya.
Semua ingatan tentang semua hal yang mereka lakukan bersama pun mulai menerjang masuk ke dalam pikirannya bagaikan sungai yang mengalir dengan sangat deras. Ketika mereka bertemu, mereka menjadi teman, mereka bekerja sama untuk mengubah dunia, tentang kertas bunga mereka, semuanya.
Ia pun mengganti pakaian putih nya dengan pakaian birunya yang terakhir, sambil menggenggam kertas bunga tersebut dan mengambil sebuah payung. Ia berlari dengan kencang keluar dari rumah walaupun ibunya melarangnya untuk keluar. Angin kencang dan derasnya hujan menerpa wajah remaja itu, tetapi ia tetap berlari secepat mungkin. Saat sampai di rumah temannya itu, ia tidak berada di rumahnya. Perempuan biru itu pun mulai kebingungan harus kemana, ia pun teringat sungai dimana ia diberikan kertas bunga ini. Ia berlari dengan kencang, sekuat tenaga. Ia berlari-lari di antara orang-orang berbalut pakaian putih, dengan payung putih.
Dengan segenap tenaga yang ia punya, ia pun sampai ke tempat tersebut. Pakaian biru nya berantakan dan basah karena hujan yang begitu deras, begitu pula rambutnya yang acak-acakan liar kesana dan kemari. Di sana ia dapat melihat, seseorang dengan pakaian merah api itu, yang ia cari-cari. Ya ia berada di sana, duduk termenung di atas rerumputan basah yang mereka duduki beberapa hari yang lalu.
Ia pun berjalan mendekati anak lelaki itu dan berdiri di sebelahnya dan menyapa anak merah itu. Sang anak berbaju merah itu menoleh ke atas dan tersentak kaget karena temannya yang baru menggunakan pakaian putih tadi, menjadi menggunakan pakaian biru seperti dulunya. Ia menanyakan jika ini betul-betul temannya yang dulu, sang perempuan pun meyakinkan nya banyak kali agar si lelaki percaya dan ia sedang tidak berhalusinasi.
Si perempuan pun menjelaskan bahwa ia dipaksa oleh orang tuanya untuk menggunakan pakaian putih. Ia pun tidak tau mengapa ketika ia menggunakan pakaian putih itu ia melupakan segalanya tentang warna biru, kegiatannya, impiannya, segalanya. Ia pun meminta maaf karena ia melupakan anak merah tersebut dan mungkin menyakiti hatinya. Anak berbaju merah itu memaafkannya karena temannya itu dipaksa oleh orang tuanya dan juga menjelaskan bahwa ia sempat ingin menyerah dan berpaling dari warna api itu. Ia merasa lega karena temannya itu ternyata kembali seperti semula.
Hujan pun mulai mereda dan sinar matahari mulai muncul secara perlahan-lahan keluar dari tempat persembunyiannya di balik awan gelap. Dan si anak merah dan biru memulai kembali apa yang telah mereka impikan. Mereka berjanji bahwa mereka tidak akan melarikan diri, dari dirinya sendiri dan tidak akan pernah membiarkan dunia merubah mereka.
Beberapa tahun telah lewat, seseorang sedang berjalan dengan pakaian berwarna ungu, di tengah arus banyaknya orang dengan pakaian yang berwarna-warni.
-End-
Walaupun anda berbeda dari yang lain, jagalah perbedaanmu itu. Itulah yang membuat dirimu menjadi unik dari semua orang yang lain. Janganlah mengubah dirimu karena pengaruh orang sekitar. Jagalah keunikanmu itu, tidak ada masalah walaupun kita berbeda.
Ubahlah dunia, jangan biarkan dunia yang merubahmu.